24/12/13

Gue Kapok Jatuh Cinta #1


#Sheilla POV#

Miiiil, tolong dong pintunya...”

“Manja. Buka sendiri napa...”

Dia datang! Dia datang! Dia datang!!! Ucap ku berulang kali di dalam hati. Tanpa harus aku bersusah payah membalikkan badan ku dari posisi ku saat ini, aku bisa mengenalinya hanya dari suaranya. Bagaikan istri yang baik, aku menunggunya pulang setelah seharian dia mengabdikan dirinya di kantor yang selalu ia bangga-banggakan. Masih dalam posisi duduk ku yang menghadap ke pintu kamarnya, aku masih menyimak setiap percakapannya di teras rumah. Bahkan aku sempat tersentak kaget saat mengetahui dia hampir tergelincir karena lantai teras yang penuh dengan tetesan air dari motor kesayangaannya. Yaa, di luar sana hujan sedang turun. Sudah hampir seharian bahkan seminggu ini, hujan mencoba menyelimuti kota ini dengan suhu rendahnya. Bahkan dengan baju lapis tiga ku ini, aku masih bisa merasakan dinginnya udara senja ini.

“Assalamualaikum...” ucapnya saat memasuki rumah.

Wa alaikum salam, balas ku dalam hati. Mencoba pura-pura fokus dengan apa yang sedang aku kerjakan.

“Kalau ada orang salam, dijawab dong!” ucapnya sambil menyibakkan rambutnya yang basah ke arah ku.

“Wa alaikum salam.. harus gitu nyemprot-nyemproti air, biar dibales salamnya? Lagi serius niih..” balas ku.

“Dihh main game di hp gak usah serius-serius kali..” ucapnya sambil mengusapkan tangannya yang basah ke atas kepala ku dan berlalu menuju kamarnya. hal ini sontak membuat ku terdiam sesaat. tak ingin terlihat begitu senangnya karna usapan tangannya tadi, aku langsung membalas ucapannya.

“A..a..apa bedanya sama Mas Ardi waktu lagi main DOTA di komputer.. fokusnya sampe ngalahin khusyuknya orang shalat.” ucap ku sedikit ketus.

Dia hanya mengangkat kedua bahunya dan menarik garis senyum dari bibirnya sembari tangannya sibuk mengotak-atik kunci kamarnya. Akhirnya mata kami bertemu. Meskipun sebagian rambutnya yang basah menutupi garis alisnya, tapi aku masih bisa melihat ekspresi mukanya yang sebenarnya tergolong muka orang tengil. Jujur saja aku benar-benar suka lawan pandangan dengan Mas Ardi. Mata yang khas dengan sedikit lingkaran hitam dibawah matanya, membuat aku ingin merawatnya. siapa yang bakal tahan ngeliat muka yang kayak panda gitu. hehehehe....

“Ohh, Ardi sudah pulang..” ucap Tante Diana. “Lohh, gak pake jas hujan ya. Sampe basah kuyup gitu..”

“Iya, hehehe...” ucapnya sambil menyeringai kecil.

“Alasan itu, biar ntar sakit terus dimanja-manja sama Mbah Uti.” Celetuk Mila.

“Bener-bener dah, Mas Ardi ini licik poollll...” sambung ku.

“Heeh gak boleh ngomong gitu dong... ntar kalo Ardi beneran sakit gimana?”

“Nggak apa-apa kok ‘Te Di... mereka kan pada iri sama saya, hehehe.” Balasnya kembali menyeringai dan berjalan masuk ke kamarnya.

Bukannya si Mila nggak punya alasan ngomong kayak gitu, karena hal itu emang beneran kejadian. Awal bulan kemarin contohnya. Sudah dua hari Mas Ardi sakit dan dia bener-bener dimanja sama Mbah Uti. Jadi ceritanya, di hari kedua dia sakit dia harus pergi ke tempat pelatihan kerjanya. Gitu Mas Ardi udah siap jalan bareng Mas Iwan. Alhasil Mas Iwan kena semprot dari Mbah Uti.

“Wan... si Ardi itu lagi sakit. Jangan ajak pergi dulu laah. Ntar kalo tambah sakit gimana?”

“Tapi  Mbah Uti..”

“Nggak ada tapi-tapian... Mbah Uti nggak mau liat Ardi sakit-sakitan.”

Ya emang bener sih, di luar rumah juga emang lagi hujan. Tapi nggak tau kenapa Mbah Uti so-over-protective ke Mas Ardi. Masalahnya Mas Ardi kan bukan sapa-sapanya Mbah Uti. Mas Ardi Cuma orang yang ngontrak salah satu kamar di rumahnya Mbah Uti. Dan sialnya Mas Iwan yang notabene sebagai cucu kandungnya Mbah Uti dan yang ngebawa Mas Ardi buat tinggal di sini, malah dinomer-duakan sama Mbah Uti. Nggak hanya Mas Iwan, tapi hal ini juga berlaku buat aku dan Mila yang juga cucu kandung Mbah Uti. Jangan-jangan bentar lagi Mbah Uti bakal masukin nama Mas Ardi ke dalam daftar penerima warisannya.





Mas Ardi pun keluar kamar setelah mengganti bajunya, tapi masih menggunakan celana kantornya. Dengan baju kaos kuning yang digunakannya, membuat kulit Mas Ardi terlihat lebih bersinar, meskipun muka kucelnya setelah capek di kantor tetap terlihat. Iapun duduk di sofa panjang yang ada di depan kamarnya. Andai aja Mila nggak duduk juga di sofa ini, pasti posisi duduk kami sudah sebelahan. Untuk detik ini dan untuk pertama kalinya, kamu jadi makhluk terkutuk, Mil.


*See you soon in the next chapter*
Share:

0 komentar:

Posting Komentar